Senin, 27 Februari 2012

Fenomena Lubang Jalan ("buatan") di Kota Kupang

Jalan-jalan yang ada di Indonesia, masih jauh dari kata nyaman, aman dan selamat. Kurangnya perhatian akan pemeliharaan maupun perbaikan yang segera, menyebabkan munculnya lubang-lubang di jalan. Setiap pengendara adalah korban utama yang akan dirugikan akibat adanya lubang jalan. Kota Kupang sebagai Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki permasalahan yang sama tentang jalan. Lubang, amblas, dan retakan adalah contoh-contoh permasalahan jalan yang ada di Kota Kupang.
Gambar. Kondisi Lubang Jalan "buatan" di Jalan Amabi


Hal yang menjadi perhatian saya adalah fenomena lubang jalan (buatan) di Kota Kupang. Sebenarnya jalan tersebut baik-baik saja, namun dibuat "sakit" dengan menempatkan lubang disana. Dengan alasan kepentingan umum, mereka membuat lubang jalan. Sebenarnya bagi saya secara pribadi ini sah-sah saja, namun jika menggali lubang, harap ditutup dengan material yang sama. Sehingga, para pengendara tidak dirugikan oleh adanya lubang buatan ini. Karena, dalam undang-undang lalu lintas yang baru (UU NO.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) disebutkan bahwa "Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,- ( dua puluh empat juta rupiah)". Jika diterjemahkan secara lurus, ini berarti para pelaku pengerjaan lubang tersebut dapat dikenai pidana walaupun maksudnya adalah baik. Sangat disayangkan, niat yang sebenarnya baik menjadi tidak baik karena sesuatu yang kecil.

Mudah-mudahan, semua pihak yang berhubungan dengan "penggalian" lebih berhati-hati. Satu hal yang perlu dicatat bahwa " Niat yang baik,belum tentu baik bagi semua orang,". Sehingga perlu diwaspadai, dengan menutup galian dengan material yang sama.

Sabtu, 18 Februari 2012

Jalan Amabi Yang Berlubang (Kota Kupang)

Setiap pagi saya melewati Jalan Amabi, dengan mengendarai sepeda motor.Layaknya pembalap Moto GP, saya harus meliuk-liuk menghindari ancaman jalan berlubang, entah itu : lubang, penggemukan, retak maupun amblas. Sungguh ini diluar dugaan, karena status Jalan tersebut yang masih masuk wilayah Kota Kupang.

Hal yang menarik saat saya melewati Jalan Amabi, adalah melihat lubang jalan yang dibuat oleh manusia. Sebenarnya jalan tersebut mulus, tapi dibuat lubang untuk memasang pipa yang membelah jalan tersebut. Lubang ini berada tepat pada persimpangan menuju jalan Fetor Funay (menuju Perumahan BTN Kolhua). Sayang sekali, lubang tersebut tidak ditutup dengan material yang sama dengan Jalan Amabi. Sehingga pengendara yang melewati jalan tersebut harus menurunkan kecepatannya.

Menurut UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, pasal 274 ayat 1 menyebutkan bahwa "Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,- ( dua puluh empat juta rupiah)". Jika diterjemahkan secara lurus, ini berarti para pelaku pengerjaan lubang tersebut dapat dikenai pidana walaupun maksudnya adalah baik.

Mungkin dengan penjelasan ini, tidak ada  lagi galian di badan jalan yang merusak fungsi jalan tersebut. Semoga hal ini menjadi pembelajaran bahwa "jika gali lubang, harap ditutup lagi"

Senin, 06 Februari 2012

Tidak konsistennya Tarif Parkir di Kota Kupang

Pada bulan januari yang lalu, tarif parkir di Kota Kupang sudah naik. Tarif parkir sepeda motor yang biasanya Rp.500,- menjadi Rp. 2000,-. Memang terasa berat, namun hal ini sudah  tertuang dalam Perda Kota Kupang. Mau -  tidak mau atau suka - tidak suka, masyarakat Kota Kupang diwajibkan membayar tarif parkir seperti itu.
Pada bulan Pebruari awal, saya memarkir sepeda motor di sekitar Jalan Soeharto. Seperti yang sudah-sudah, saya membayar sesuai dengan tarif yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Kota. Namun, disini terdapat ketidak konsistennya pemberlakuan tarif, dimana pada bulan Januari di tempat yang sama saya membayar Rp.2000,-, sebaliknya pada bulan pebruari saya membayar hanya Rp.1000,-. Saya pun bertanya kepada petugas parkir tersebut.

Saya : Bukannya tarif parkir sudah naik?
Petugas : Ow..begini kk, kalo kk minta karcis berarti tarif Rp 2000 kalo sonde tarif parkir Rp 1000..
Saya : Ada juga yang seperti itu?
Petugas : Ada,kk...

Begitulah percakapan singkat saya dengan petugas parkir tersebut (catatan : Petugas Parkir memakai seragam). Memang sangat aneh tetapi begitulah kenyataannya di lapangan. Begitu juga di pasar tarif yang dipakai adalah Rp 1000,- bukan Rp 2000 untuk sepeda motor. Mudah-mudahan hal ini bisa menjadi perhatian dan bisa terselesaikan dengan sosialisasi dan evaluasi.